Kisol, manggaraitimurkab.go.id - Program pembangunan yang dilaksanakan di desa harus yang praktis dan berkaitan langsung dengan kebutuhan masyarakat. Demikian disampaikan Bupati Manggarai Timur, Yosep Tote saat membuka kegiatan Pelatihan dan Bimbingan Teknis Kepala Desa dan Ketua BPD pada 65 desa model di Kabupaten Manggarai Timur (KMT) di Kisol, Rabu (08/11).

Program yang praktis itu, menurut Bupati Yosep, harus berdaasarkan perencanaan yang baik dan sesuai dengan aturan yang ada dan langsung menyentuh kebutuhan masyarakat. “Jangan berpikir yang terlalu tinggi, tetapi harus lebih praktis yang sesuai dengan kondisi masyarakat kita,” ujarnya.

Lebih lanjut beliau menegaskan bahwa perencanaan yang tepat dan benar akan mempercepat proses pembangunan di desa. Oleh karena itu pemanfaatan semua sumber daya yang ada di wilayah masing-masing menjadi kekuatan desa dalam membangun.

“Kita memiliki begitu banyak potensi di sektor pertanian dan perkebunan seperti kopi, cengkeh, kakao, kemiri, dan persawahan yang harus diintervensi,” ujar Yosep Tote. Untuk mendukung sektor ini maka perlu diperhatikan pembangunan jalan yang memperlancar akses petani dalam mengerjakan lahan masyarakat dan akses distribusinya. Hal-hal praktis seperti itulah yang menjadi prioritas pembangunan desa, yang langsung menyentuh kebutuhan warga.

Kegiatan ini terselenggara berkat kerjasama Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa KMT, Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gajah Mada Jogyakarta (PSKP), dan Tenaga Pendamping professional Pembangunan Masyarakat Desa KMT.  

Adapun materi yang disampaikan dalam bimtek kali ini adalah Perencanaan dan Penganggaran Desa, Pelaporan Pertanggungjawaban Desa, Penyusunan Regulasi Desa dan Penguatan Ekonomi Melalui BUMDes.

Dalam pengantarnya, pihak PSKP menyampaikan beberapa prinsip dalam yang perlu diperhatikan dalam membangun desa. Membangun kemandirian desa dalam kerangka Desa Membangun harus dimulai dari proses perencanaan desa yang baik, dan diikuti dengan tatakelola program yang baik pula. Pembangunan yang efektif bukanlah se­mata-mata karena adanya kesempatan melainkan merupakan hasil dari penentuan pilihan-pilihan prioritas kegiatan. Bukan hasil coba-coba, tetapi akibat perencanaan yang baik.

Berdasarkan UU Desa No 6 Tahun 2014 pasal 78 dinyatakan bahwa Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan Desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana merupakan salah satu sumber masukan dalam perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. Perencanaan Pembangunan Desa diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat Desa.  Sementara menurut Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) telah memberikan panduan dalam penyusunan rencana pembangunan sebagai kerangka acuan bagi pemerintah desa dalam penyusunan perencanaan desa yang memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:

  1. Strategis

Perencanaan desa merupakan suatu kerangka kerja pembangunan yang komprehensif dan sistematis dalam mencapai harapan yang dicita-citakan. Hasil perencanaan berupa pemikiran strategis dalam menggali gagasan dan isu-isu penting yang berpengaruh terhadap pencapaian visi dan misi pemerintahan desa dan masyarakat. Kebijakan strategis yang dituangkan dalam perencanaan desa menentukan arah perubahan dan orientasi pembangunan yang perlu dilakukan untuk mencapai harapan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, kualitas dokumen perencanaan desa sangat ditentukan seberapa jauh dokumen perencanaan dapat mengungkapkan secara sistematis proses pemikiran strategis tersebut.

  1. Demokratis dan Partisipatif

Perecanaan desa merupakan dokumen milik bersama sebagai acuan kebijakan desa yang disusun secara partisipatif melibatkan pemangku kepentingan. Prinsip musyawarah dan partisipasi menjadi landasan dalam proses peren-canaan di desa dilaksanakan secara transparan, akuntabel, dan melibatkan masyarakat dalam setiap tahapan pengambilan keputusan perencanaan, mencakup: Identifikasi pemangku kepentingan yang perlu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dalam perencanaan desa; Kesetaraan antara pemerintah desa dan pemangku kepentingan lain dalam pengambilan keputusan; Transparasi dan akuntabilitas dalam proses perencanaan desa;  Keterwakilan dari seluruh komponen masyarakat, terutama kelompok perempuan dan kelompok rentan;  Rasa kempemilikan masyarakat terhadap dokumen perencanaan; Pelibatan media dalam sosialisasi perencanaan; dan  Konsensus atau kesepakatan pada semua tahapan penting pengambilan keputusan, seperti: perumusan isu pembangunan desa dan permasalahan, perumusan tujuan, strategi dan kebijakan, dan prioritas program.

  1. Politis

Rencana desa merupakan hasil kesepakatan berbagai unsur dan kekuatan politik dalam kerangka mekanisme kenegaraan yang diatur melalui undang-undang. Dengan kata lain, hasil perencanaan desa sebagai sebuah produk politik yang dalam penyusunannya melibatkan proses konsultasi dengan kekuatan politis terutama Kepala Desa dan BPD:

  • Dilakukan konsultasi dengan kepala desa untuk penerjemahan yang tepat dan sistematis atas visi, misi, dan program kepala desa ke dalam tujuan, strategi, kebijakan, dan program pembangunan desa; 
  • Melibatkan BPD dalam proses penyusunan rencana pembangunan desa;
  • Beberapa pokok pikiran BPD menjadi acuan dalam proses penyusunan rencana pembangunan desa; 
  • Review, saran dan masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan berkaitan terhadap rancangan dokumen perencanaan;
  • Dilakukan pembahasan terhadap Rancangan Peraturan Desa (Perdes);
  • Pengesahan dokumen rencana pembangunan desa sebagai peraturan desa yang mengikat semua pihak untuk melaksanakannya dalam enam tahun ke depan.
  1. Perencanaan Bawah-Atas Perencanan dari bawah yang dimaksud bahwa proses penyusunan rencana pembangunan desa harus memperhatikan dan mengakomodasikan kebutuhan dan aspirasi masyarakat:
  • Penjaringan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk melihat konsistensi dengan visi, misi dan program kepala desa terpilih;
  • Memperhatikan hasil proses musrenbang dan kesepakatan dengan masyarakat tentang prioritas pembangunan desa; dan
  • Memperhatikan hasil dari proses penyusunan usulan kegiatan masyarakat.
  1. Perencanaan Atas-Bawah Perencanan dari atas yang dimaksud bahwa proses penyusunan rencana pembangunan desa perlu bersinergi dengan rencana strategis di atasnya dan komitmen pemerintahan atasan berkaitan:
  • Rencana pembangunan desa harus sinergi dengan arah dan kebijakan di tingkat daerah (Kabupaten/Kota); dan
  • Rencana pembangunan desa merupakan bentuk sinergi dan komitmen pemerintah terhadap tujuan pembangunan global seperti Sustainable Development Goals (SDGs), Hak Asasi Manusia, pemenuhan air bersih, sanitasi, dan infrastruktur dasar, dst. Perencanaan desa harus disusun oleh desa karena alasan dua hal yang bersifat mandatori, yaitu; a) mandat regulasi, b) mandat asas rekognisi dan subsidiaritas. Mandat regulasi yang dijadikan payung hukum dalam perencanaan desa adalah sebagai berikut:
  • UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
  • UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
  • UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
  • PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
  • PP No. 22 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP No. 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN
  • PERMENDAGRI No. 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa

Dalam regulasi-regulasi tersebut pada dasarnya memberikan mandat kepada desa untuk mengembangkan kelembagaan perencanaan desa yang partisipatif dan inklusif. Desa hanya memiliki dokumen perencanaan desa satu-satunya dalam bentuk RPJM Desa (Rencana Pembangunan Janga Menengah Desa) dan RKP Desa (Rencana Kerja Pemerintah Desa). Pihak mana pun, baik dari pemerintah supradesa, LSM, Perusahaan, Perguruan Tinggi, dan lembaga donor harus mematuhi dan menghormati dokumen perencanaan desa ini. Artinya, pihak-pihak tersebut harus melakukan integrasi perencanaan program/kegiatan ke dalam RPJM Desa dan RKP Desa.  Mandat asas rekognisi dan subsidiaritas memberi peluang bagi desa untuk mengatur dan mengurus desa mulai dari kebijakan desa, perencanaan dan penganggaran desa, sampai pelayanan publik desa. Dengan perencanaan desa maka desa akan memilah, memilih dan memutuskan secara mandiri rencana program/ kegiatan yang menurut mereka menjadi prioritas untuk dijalankan. Pihak luar jika hendak menjalankan program/kegiatan di desa, harus berkoordinasi dan berintegrasi dengan perencanaan desa. Kedudukan perencanaan desa dan pelembagaannya inilah yang akan menjadi tolok ukur desa berdaulat atau sebaliknya. Desa berdaulat berarti desa yang menjalankan kelembagaan perencanaan desa secara partisipatif dan inklusif, serta melembagakan integrasi perencanaan desa dengan perencanaan program/kegiatan para pihak dari luar desa.  Dalam konteks desa membangun, kewenangan lokal berskala Desa telah diatur melalui Permendes PDTT No. 1 Tahun 2015, yang menyebutkan bahwa kriteria kewenangan lokal berskala Desa meliputi: 

  1. Kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat;
  2. Kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai dampak internal Desa;
  3. Kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari masyarakat Desa; 
  4. Kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa;
  5. Program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola oleh Desa; dan
  6. Kewenangan lokal berskala Desa yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pembagian kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/ kota.

Untuk melaksanakan kewenangan lokal bersakala desa tersebut, maka Pemerintah Desa perlu menyusun perencanaan desa yang melibatkan seluruh komponen masyarakat desa. Proses perencanaan yang baik akan melahirkan pelaksanaan program yang baik, dan pada gilirannya akan menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk terlIbat dalam pembangunan desa. Proses merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sendiri kegiatan pembangunan desa merupakan wujud nyata dari kewenangan mengatur dan mengurus pembangunan desa yang berskala lokal desa.